Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari September, 2019

Sebuah kebebasan

Ketika seseorang hidup selalu dengan penafsiran, enggan terlibat atau kontak dengan dunia langsung, ia senantiasa mengkonsumsi segala masalah dengan sudut pandangan yang tidak netral, ia akan larut pada kepentingannya bahkan prasangka buruknya, mengesampingkan kebenaran yang sesungguhnya. Maka seseorang yang kerangka berfikir demikian hanya mampu menangkap sesuatu masalah di permukaannya saja tanpa tahu kedalaman dari masalah yang sebenarnya. sehingga pemikiran orang demikian pasti dangkal pemahaman dan hal ini bisa menciptakan kesalah pahaman. Orang yang berpola pikir sebagaimana diawal cenderung tidak rasional, tidak kritis dan tidak sistematis dalam menyikapi keadaan. Dengan kondisi tersebut hasil yang didapat adalah sebuah pemikiran dungu. Dan ketika  melangkah pun akan bertindak salah, yang kemudian mengakibatkan ketidak adilan terhadap orang lain sebagai korban. Hal tersebut tentu dapat mendorong konflik dan apabila korban terakumulasi banyak maka besar kemungkinan terjadi

Tentang Lomba

Diantara kita semua mungkin sudah sering melihat atau bahkan sering ikut lomba. Konon dengan lomba kita bisa tahu siapa yang lebih baik diantara kita, dengan ikut lomba kita bisa mengenal orang-orang baru, dan katanya apabila memetik kemenangan dari lomba reputasi kita menjadi naik sebagai sang juara. Rasa jumawah apa pentingnya? Dalam hal ini saya pribadi meyakini bahwa dibalik lomba pasti muncul keinginan atau hasrat untuk berkuasa atas yang lainnya, didalamnya ada niat untuk menghancurkan atau lebih sederhananya mengalahkan lawan kita, dan kalau mau jujur hasrat tersebut sangat dominan daripada keinginan untuk bekerja sama. Yang karenanya saya kurang setuju dengan lomba meski dalam bentuk apapun juga termasuk pemilihan pemimpin yang ada di desa kita. Sebuah budaya pecah belah yang terbiar lama. Sekarang ini yang kita butuhkan adalah kerjasama atau kolaborasi. Untuk sebuah tujuan luhur kesejahteraan bersama agar bisa terwujud kita tidak perlu berkompetisi, karena kompetisi tidak

Curhatan menjelang, "Pilkades serentak tahun 2019"

Bulan Oktober depan Desa saya bakal ngegelar hajat demokrasi yakni Pilkades serentak tahun sekarang. Terus terang saya merasa kurang nyaman dengan suasana yang sedang berkembang. Selain banyak terjadi cekcok antar tetangga, temen, saudara  bahkan dalam satu keluarga suami dengan istri atau orangtua dengan anaknya, dan yang bikin saya paling dongkol juga gerah masalahnya seseorang dengan gampangnya melegitimasi pilihan orang lain berdasar merk rokok yang dibawanya. Sudah menjadi kebiasaan di desa saya bahwa saban dihelat kontestasi Pilkades, masing-masing calon sudah menyiapkan merk rokok Sebagai ciri khas mereka, layaknya semacam sponsor. Kebetulan rokok yang saya suka dipakai simbol salah satu calon, ruginya kalo saya nongkrong bareng temen atau ada yang main ke rumah, pasti mereka komentar masalah rokok dikaitkan calon dengan simbol rokok tersebut, tambah lagi kalo saya sempat sajikan kopi atau teh pastinya komentar mereka bahwa barang tersebut diperoleh dari para calon konte

Wawa sang "Singa desa"

Datang dengan muka muram, nampak tak seperti biasa kelihatan lesu dan tidak bergairah, sepintas saya duga bahwa dia dalam masalah, untuk itu saya pun tak berani membuka canda, khawatir kalo pada nantinya kurang berkenan dengan perasaannya, saya pun cuma bisa mempersilahkan ia duduk di kursi tamu saya yang reot kadung sudah tua. Dia saya panggil " wawa'". teman karib bahkan sudah saya anggap keluarga, yang karena kedekatan kami berdua, kurang lebih dua puluh tahun lalu dia terkenal "Singa desa" karena keberanian serta kenekatan nya ketika masih sering terjadi ribut antar desa. "Emmmh.. kayanya lagi kurang enak apa wa?"tanyaku menyapa pelan. "Kalo dibilang kurang enak sih ora, cuman isun lagi sumpek mikirin bocah,"katanya sambil menghela nafas berat. "Maaf wa' mbok Kula lancang emang bocahe kenapa?" tanyaku "Entahlah... tak habis pikir dengan Yeni anak pertama saya."jawabnya lesu. "Kalo boleh tahu emang Ye

Ustadz Hadi inspirator desa kami

Ustadz Hadi adalah anak dari pak H.Malik, sepulangnya dari pondok pesantren kenamaan beliau sangat serus mengabdikan dirinya untuk masyarakat desa kami, selain sebagai guru Aliyah, beliau aktif dalam kegiatan sosial dan keagamaan, fokus beliau pada pembangunan karakter generasi muda, terkhusus perhatiannya pada keberadaan anak yatim piatu juga masalah kemiskinan serta kesejahteraan masyarakat desa. Diusianya yang masih sangat produktif beliau seolah tidak menyia-nyiakan kesempatan tersebut untuk ikut sumbangsih dan partisipasi dalam kegiatan pemberdayaan kemasyarakatan, beliau pun terpilih sebagai ketua Irmas di desa kami. Misi untuk membangun visi masyarakat islami pun mulai dijalankan, dengan langkah- langkah persuasif mulai dilakukan dengan mengudang berbagai kalangan santri muda di desa kami dari berbagai almamater ponpes masing-masing , untuk duduk bersama membentuk satu untuk memikirkan kemajuan desanya dengan menitik beratkan pada pembinaan akhlak generasi muda yang ada di

Terimakasih....dukun...

Di wilayah pedesaan di era pejat pejet (gadget), milaneal atau sebutan lainnya banyak jenis pekerjaan yang diambang gulung tikar, salah satunya adalah jenis pekerjaan praktek perdukunan. Dulu didesa saya banyak yang berprofesi demikian bahkan menjadi trend di era sebelum tahun dua ribuan. Dalam status sosial figur seorang dukun  sangat disegani dan dihormati layaknya orang kaya ataupun tokoh agama. Mereka dianggap penting untuk berbagai kasus penanganan orang sakit. Rujukan pertama sebelum melangkah berobat kemana-mana adalah mereka, adalah tabu jika kita mengesampingkan mereka karena mereka dianggap mampu melihat yang kasat serta mampu menerawang apa dibalik tabir penglihatan awam. Selain anggapan sebagaimana diatas, masih banyak kemampuan lain yang dianggap dimiliki oleh masing-masing dukun yang ada di desa saya. Sebelum hadirnya Android dengan kemampuan koneksi internet yang kian canggih, seorang dukun merupakan mediasi untuk menanyakan kabar sanak saudara yang jauh seperti

Cerita: Diangkat PNS?

Ada-ada saja kalo Mang Kukus bikin cerita, pasalnya kemarin beliau ngasih kabar sama saya lewat WA, katanya waktu tujuh belasan kemarin dia dapat anugerah konon anak Mang Kus diangkat PNS. Dan untuk meyakinkannya beliau pun mengundang saya untuk menghadiri syukuran atas anugrah tersebut. Tidak hanya saya gaweng pun turut diundang, saya tahu demikian karna Gaweng sempat menghubungi saya menanyakan kebenaran kabar Mang Kus tersebut. Karena penasaran kami berdua akhirnya sepakat hadir sesuai undangan ba'da asyar. Dan tepat setelah selesai sholat asyar saya pun bergegas ke rumah Mang Kus dengan tanpa melepas pakaian lengkap sholat saya, memakai baju Koko bersarung dan berkopiyah. Pakaian kelayakan untuk menghadiri kondangan atau acara tahlilan. Memang tidaklah jauh jarak rumah saya dengan Mang Kus, hanya sekitar dua puluh meteran cuma melewati tanah kebonan doang. Saya pun tiba segera dirumah Mang Kus. Mang Kus pun menyambut hangat kedatangan saya dengan gaya cengengesanny